top of page

#NKCTIH : Hukum Perdata & Perikatan


Hukum perdata

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata.

Sejarah Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu Code Napoleon yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut Code Civil (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).

Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil). 6 Juli 1880 pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838:

1. Burgerlijk Wetboek yang disingkat BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda. 2. Wetboek van Koophandel disingkat WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia. Isi KUHPerdata KUHPerdata terdiri dari 4 bagian yaitu :

  1. Buku 1 tentang Orang / Personrecht

  2. Buku 2 tentang Benda / Zakenrecht

  3. Buku 3 tentang Perikatan /Verbintenessenrecht

  4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian /Verjaring en Bewijs

Hukum perdata Indonesia

Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.

Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu: 1. Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

2. Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.

3. Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

4. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.

DEFINISI HUKUM PERDATA

1. Sudikno Mertokusumo

Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang satu terhadap yag lain didalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat. 2. Prof. R. Soebekti, S.H.

Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan. Definisi secara umum :

Suatu peraturan hukum yang mengatur orang / badan hukum yang satu dengan orang / badan hukum yang lain didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

AZAS-AZAS HUKUM PERDATA

1. Azas Individualitas

2. Azas Kebabasan Berkontrak

3. Azas Monogami ( dalam hukum perkawinan )

4. Itikad Baik, dll

HUKUM PERORANGAN

Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat menjadi pendukung hak dan kewajiban.

Subjek hukum terdiri atas :

1. Manusia / Perorangan ( Natuurlijk Persoon )

2. Badan Hukum ( Rechtpersoon )


Status manusia sebagai subjek hukum merupakan kodrat / bawaan dari lahir, sedangkan status badan hukum sebagai subjek hukum ada karena pemberian oleh hukum.

Manusia dan badan hukum sama-sama manyandang hak dan kewajiban. Hal-hal yang membatasi kewenangan hukum manusia adalah tempat tinggal, umur, nama dan perbuatan seseorang.


NAMA, KEWARGANEGARAAN DAN DOMISILI

Kegunaan nama :

- membedakan satu individu dengan individu lainnya

- mengetahui hak dan kewajibannya - sebagai identifikasi seseorang sebagai subjek hukum

- untuk mengetahui keturunan, asal usul seseorang

- dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kekeluargaan dan pembagian harta warisan Kewarganegaraan dapat mempengaruhi kewenangan berhak seseorang,

KECAKAPAN BERBUAT

Orang yang cakap (wenang melakukan perbuatan hukum ) menurut UU adalah : 1. orang yang dewasa ( diatas 18 tahun) atau pernah melangsungkan perkawinan 2. tidak dibawah pengampuan, yaitu orang dewasa tapi dalam keadaan dungu, gila, pemboros, dll.

3. tidak dilarang oleh UU, misal orang yang dinyatakan pailit oleh UU dilarang untuk melakukan perbuatan hukum.

PENDEWASAAN meniadakan keadaan belum dewasa kepada seseorang agar dapat melakukan perbuatan hukum.

PENGAMPUAN Keadaan dimana seseorang tidak dapat mengendalikan emosinya, karena sifat-sifat pribadinya sehingga oleh hukum dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri dalam hukum.

1. Curandus adalah orang yang dibawah pengampuan

2. Curator adalah orang yang ditunjuk sebagai wakil dari seorang curandus

3. Curatele adalah lembaga pengampuan


Pengampuan terjadi karena adanya keputusan hakim yang didasarkan pada adanya permohonan, yang dapat diajukan oleh :

1. Keluarga sedarah

2. Keluarga semenda dalam garis menyimpang sampai derajat keempat 3. Suami terhadap istri dan sebaliknya

4. Diri sendiri

5. Kejaksaan


Akibat pengampuan :

o Orang tersebut kedudukannya sama dengan anak dibawah umur o Perbuatan hukum yang dilakukan dapat dibatalkan ( dapat dimintakan pembatalannya oleh curator)

o Pengampuan berakhir apabila keputusan hakim tersebut dicabut atau karena meninggalnya curandus

BADAN HUKUM ( RECHTPERSOON)

Dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa badan hukum itu : a. Adalah persekutuan orang-orang

b. Dapat melakukan perbuatan hukum

c. Mempunyai harta kekayaan sendiri

d. Mempunyai pengurus

e. Mempunyai hak dan kewajiban

f. Dapat menggugat dan digugat di pengadilan

Istilah badan hukum tidak ada dalam KUHPerdata, namun dalam Buku III KUHPerdata, terdapat istilah perkumpulan, yang terbentuk oleh adanya suatu perjanjian khusus. Perkumpulan itu dapat kita artikan dengan badan hukum. Syarat berdirinya badan hukum :

A. Syarat Formal, yaitu syarat yang harus dipenuhi sehubungan dengan permohonan untuk mendapatkan status hukum

B. Syarat Material :

1. yang diminta oleh UU ( pasal 1653 KUHPerdata )

2. menurut doktrin : adanya kekayaan yang terpisah, tujuan, kepentingan tersendiri dan organisasi yang teratur.

Pembagian badan hukum

Menurut Jenisnya :

c. Badan Hukum Publik (negara, pemda, BI, Perusahaan Negara berdasarkan PP, dsb) d. Badan Hukum Perdata (PT, koperasi, parpol, yayasan, badan amal, wakaf, dsb) Menurut Sifatnya :

e. Korporasi (gabungan orang yang mempunyai kewajiban yang berbeda dengan anggota lainnya)

f. Yayasan (tiap kekayaan bukan merupakan kekayaan orang/badan dan diberi tujuan tertentu)

HUKUM PERKAWINAN

Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Pokok Perkawinan: suatu ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membantuk keluarga ( rumah tangga) yang bahagia, kekal berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa.


Syarat dapat melangsungkan perkawinan menurut pasal 6 UUPP:

Persetujuan kedua belah pihak

Seseorang yang belum berumur 21 tahun harus mendapat persetujuan dari orangtua, jika orangtua sudah meninggal dapat meminta persetujuan dari wali/keluarga yang mempunyai hubungan darah garis lurus keatas.

Tujuan Perkawinan membentuk keluarga / rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Membentuk keluarga : membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri dan anak. Membentuk rumah tangga : membentuk kesatuan hubungan suami istri dalam satu wadah yang disebut rumah kediaman bersama.


Sahnya perkawinan jika dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing, dan dicatat dalam catatan sipil.


Azas Monogami seorang suami / istri hanya diperbolehkan memiliki satu orang istri / suami. Jika dikehendaki dan diizinkan oleh agamanya, maka seseorang suami dapat beristri lebih dari satu setelah memenuhi persyaratan yang diputuskan pengadilan.

Prinsip Perkawanan kedua belah pihak sudah dewasa dan matang jiwa raganya. Perkawinan dilarang antara mereka yang mempunyai hubungan darah garis lurus keatas dan kebawah.


Mempersukar Terjadinya Perceraian karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka UU menganut prinsip ini mempersukar terjadinya perceraian.


Hak dan Kedudukan Istri hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan suami baik dalam kehidupan rumah maupun masyarakat.

Pembatalan Perkawinan

Pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila salah satu pihak masih terikat perkawinan dengan orang lain dan apabila perkawinan tersebut dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.

Pihak yang dapat membatalkan perkawinan :

a. keluarga dalam garis lurus keatas masing-masing pihak

b. suami atau istri

c. pejabat yang berwenang selama perkawinan belum diputuskan

Akibat Perkawinan

Terhadap suami dan istri, harus:

o Memikul kewajiban hukum, setia, hak dan kedudukan seimbang

o Tinggal bersama

o Suami melindungi keluarga

o Hubungan mengikat / timbal balik

Terhadap harta perkawinan:

o Harta bawaan tetap dibawah penguasaan masing-masing.

o Harta perkawinan adalah benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, dengan kata lain jika terjadi perceraian, harta perkawinan harus dibagi dua sepanjang tidak ditentukan lain

Terhadap keturunan / kedudukan anak:

a. Kekuasaan orangtua mulai sejak kelahiran anak dan berakhir ketika anak dewasa/menikah/dicabut oleh pengadilan.

b. Orangtua wajib memelihara dan mendidik anak sekalipun kehilangan kekuasaan sebagai orangtua/wali.

c. Anak menjadi ahli waris yang sah.

Putusnya Perkawinan

Putusnya perkawinan dapat disebabkan oleh :

1. Kematian

2. Perceraian

3. Atas keputusan pengadilan

HUKUM BENDA

Keseluruhan aturan hukum yang mengatur mengenai benda, meliputi pengertian, macam-macam benda, dan hak-hak kebendaan.

Hukum Benda bersifat tertutup dan memaksa.

Tertutup adalah seseorang tidak boleh mengadakan hak kebendaan jika hak tersebut tidak diatur dalam UU

Memaksa adalah harus dipatuhi dan dituruti, tidak boleh menyimpang. Macam-macam benda / barang

1. Benda berwujud dan tidak berwujud. Arti penting pembagian ini adalah, bagi benda berwujud bergerak dilakukan dengan penyerahan langsung benda tersebut, bagi benda berwujud tidak bergerak dilakukan dengan balik nama. Contoh yang menggunakan balik nama : tanah, rumah dsb. Sedangkan bagi bend a tidak berwujud (seperti piutang) bisa dilakukan dengan cara cessie ataupun dengan cara penyerahan surat secara langsung.


2. Benda bergerak dan tidak bergerak. Arti pentingnya pembagian ini terletak pada penguasaan (bezit), penyerahan (levering), daluarsa (verjaring), serta pembebanan (berzwaring).

a. Benda Bergerak Benda Tidak bergerak. Penguasaan Orang yang menguasai benda dianggap pemiliknya Orang yang menguasai benda belum tentu adalah pemiliknya b. Penyerahan Dilakukan dengan langsung Dilakukan dengan balik nama

c. Daluarsa Tidak mengenal daluarsa Dikenal daluarsa

d. Pembebanan Dengan penggadaian Dengan di hypotek, hak tanggungan 3. Benda habis dipakai dan benda tidak habis dipakai. Arti pentingnya pembagian ini terletak pada waktu pembatalan perjanjiannya. Jika dalam perjanjian objeknya adalah benda habis dipakai, apabila terjadi pembatalan perjanjian maka akan terjadi kesulitan untuk pemulihan objek tersebut karena telah terpakai. Maka adri itu, penyelesaiannya adalah dengan cara mengganti dengan benda yang sejenis dan senilai.


4. Benda yang sudah ada dan yang akan ada. Arti pentingnya pembagian ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang atau pelaksanaan perjanjian. Sesuai dengan pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya perjanjian adalah adanya sepakat,cakap hukum, objek tertentu, dan halal. Jika objek yang dalam perjanjian itu adalah barang yang sudah ada, maka perjanjian sah-sah saja. Sebaliknya apabila ibjek yang di-perjanjikan adalah barang yang akan ada, maka perjanjian itu batal demi hukum.


5. Benda dalam perdagangan dan benda di luar perdagangan. Arti pentingnya terletak pada cara pemindahtanganan. Benda dalam perdagangan dapat diperjualbelikan dan diwariskan secara bebas. Tetapi, jika benda di luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan ataupun diwariskan. Contoh benda di luar perdagangan : benda wakaf, narkotika, perdagangan wanita untuk pelacuran, dan lain sebagainya.


6. Benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. Arti pentingnya pembagian terletak pada pemenuhan prestasi suatu perikatan. Contoh benda dapat dibagi : beras, minyak, air, kertas, dll. Sedangkan contoh benda tidak dapat dibagi : binatang, manusia, mobil, rumah, kapal, dll. Suatu benda dikatakan tidak dapat dibagi karena akan berubah nama dan fungsinya.


7. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Pada benda terdaftar, kepemilikan dapat dilacak dengan mudah sedangkan pada benda tidak terdaftar lebih sulit untuk pembuktian kepemilikan. Contoh benda terdaftar : rumah, mobil, kapal, motor, dll. Benda-benda tersebut ada surat kepemilikannya. Sedangkan contoh benda tidak terdaftar : uang, telepon, kursi, dll.

BUKU KETIGA - PERIKATAN

Buku mengatur tentang perikatan (verbintenis). Maksud penggunaan kata "Perikatan" disini lebih luas dari pada kata perjanjian. Perikatan ada yang bersumber dari perjanjian namun ada pula yang bersumber dari suatu perbuatan hukum baik perbuatan hukum yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) maupun yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Buku ketiga tentang perikatan ini mengatur tentang hak dan kewajiban yang terbit dari perjanjian, perbuatan melanggar hukum dan peristiwa-peristiwa lain yang menerbitkan hak dan kewajiban perseorangan.


Buku ketiga bersifat tambahan (aanvulend recht) sehingga terhadap beberapa ketentuan, apabila disepekati secara bersama oleh para pihak maka mereka dapat mengatur secara berbeda dibandingkan apa yang diatur didalam BW. Sampai saat ini tidak terdapat suatu kesepakatan bersama mengenai aturan mana saja yang dapat disimpangi dan aturan mana yang tidak dapat disimpangi. Namun demikian, secara logis yang dapat disimpangi adalah aturan-aturan yang mengatur secara khusus (misal : waktu pengalihan barang dalam jual-beli, eksekusi terlebih dahulu harga penjamin ketimbang harta si berhutang).


Sedangkan aturan umum tidak dapat disimpangi (misal : syarat sahnya perjanjian, syarat pembatalan perjanjian). 1. Bab I - Tentang perikatan pada umumnya

2. Bab II - Tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan

3. Bab III - Tentang perikatan yang lahir karena undang-undang

4. Bab IV - Tentang hapusnya perikatan

5. Bab V - Tentang jual-beli

6. Bab VI - Tentang tukar-menukar

7. Bab VII - Tentang sewa-menyewa

8. Bab VIIA - Tentang perjanjian kerja

9. Bab VIII - Tentang perseroan perdata (persekutuan perdata)

10. Bab IX - Tentang badan hukum

11. Bab X - Tentang penghibahan

12. Bab XI - Tentang penitipan barang

13. Bab XII - Tentang pinjam-pakai

14. Bab XIII - Tentang pinjam pakai habis (verbruiklening)

15. Bab XIV - Tentang bunga tetap atau bunga abadi

16. Bab XV - Tentang persetujuan untung-untungan

17. Bab XVI - Tentang pemberian kuasa

18. Bab XVII - Tentang penanggung

19. Bab XVIII - Tentang perdamaian

Buku Keempat – Pembuktian dan Kedaluwarsa

Buku keempat mengatur tentang pembuktian dan daluarsa. Hukum tentang pembuktian tidak saja diatur dalam hukum acara (HIR) namun juga diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Didalam buku keempat ini diatur mengenai prinsip umum tentang pembuktian dan juga mengenai alat-alat bukti. Dikenal adanya 5 macam alat bukti yaitu :

a. Surat-surat

b. Kesaksian

c. Persangkaan

d. Pengakuan

e. Sumpah


Daluarsa (lewat waktu) berkaitan dengan adanya jangka waktu tertentu yang dapat mengakibatkan seseorang mendapatkan suatu hak milik (acquisitive verjaring) atau juga karena lewat waktu menyebabkan seseorang dibebaskan dari suatu penagihan atau tuntutan hukum (inquisitive verjaring). Selain itu diatur juga hal-hal mengenai "pelepasan hak" atau "rechtsverwerking" yaitu hilangnya hak bukan karena lewatnya waktu tetapi karena sikap atau tindakan seseorang yang menunjukan bahwa ia sudah tidak akan mempergunakan suatu hak. a. Bab I - Tentang pembuktian pada umumnya

b. Bab II - Tentang pembuktian dengan tulisan

c. Bab III - Tentang pembuktian dengan saksi-saksi

d. Bab IV - Tentang persangkaan

e. Bab V - Tentang pengakuan

f. Bab VI - Tentang sumpah di hadapan hakim

g. Bab VII - Tentang kedaluwarsa pada umumnya

Hukum perselisihan (conflict of law/ conflicten recht)

Hukum antar tata hukum (tussenrechtordening)

A. Pendahuluan istilah

Hukum perselisihan (conflictenrecht) menurut Prof. Dr. Sudargo Gautama kurang tepat karena seolah-olah ada konflik antara dua perundang-undangan, padahal kadang-kadang bunyinya sama. Tugas Hukum adalah justru menhindarkan terjadinya konflik dengan cara memilih perbagai hukum (choice of law).

Hukum antar tata hukum (tussenrechtordening)

Perselisihan tidak di kedepankan, bahwa mungkin dalam hukum ini terjadi tanpa konflik. Lagipula konflik bukan hanya pada hukum heterogen, tetapi juga pada hukum intern.

B. Tujuan dan kegunaan mempelajari hukum perselisihan

a. Tujuan

- Adanya kepentingan pememrintahan hindia belanda untuk memecah belah penduduk hindia belanda

- Adanya radiskriminasi

- Adanya pembagian penduduk ke dalam 3 golongan

b. Kegunaan

- Memahami sejarah masa lalu dan bagaimana oada saat ini

- Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah RI

C. Pengertian Hukum perselisihan

- Salah satu bentuk hukum perdata yang merupakan kumpulan norma, ketentuan, ataupun aturan

- Semua kaedah hukum yang menentukan hukum apakah atau hukum manakah yang berlaku apabila dalam suatu peristiwa/perbuatan/hubungan hukum tersangkut dua atau lebih sistem hukum yang berlaku.

D. Macam-macam hukum perselisihan

- Hukum antar golongan

Keseluruhan peraturan yang menunjukan hukum manakah yang berlaku jika dalam hubungan hukum disuatu negara terdapat pertalian kaidah-kaidah hukum yang berbeda karena perbedaan golongan penduduk.

- Hukum antar agama

- Hukum antar daerah (adat)

- Hukum antar bagian (region)

Keseluruhan peraturan yang menunjukan hukum manakah yang berlaku jika dalam hubungan hukum tsb menyangkut pihak yang berada satu region jajahan belanda dengan di region jajahan belanda lainnya

- Hukum antar waktu

Keseluruhan peraturan yang menunjukan hukum manakah yang berlaku jika dalam hubungan hukum di suatu negara, terdapat pertalian kaidah-kaidah hukum yang berbeda karena perbedaan waktu

- Hukum perdata internasional

Keseluruhan peraturan yang menunjukan hukum manakah yang berlakuu jika dalam hubungan hukum tsb terdapat pertalian kaidah-kaidah hukum yang berbeda karena perbedaan kewarganegaraan.

E. TITIK TITIK PERTALIAN/PERTAUTAN (AANKNOPINGSPUNTEN)

a. Titik pertalian primer/ titik taut pembeda

Hal-hal yang merupakan tanda-tanda adanya persoalan hukum antar hukum

b. Titik pertalian sekunder/titik taut penentu

Hal-hal yang menentukan hukum mana yang harus berlaku dalam hubungan hukum tersebut.

1. Maksud para pihak untuk menganggap hukum tertentu berlaku dalam hubungan antara mereka. (a) pilihan hukum antar golongan (b) bentuk da nisi perjanjian sifat hubungan hukum

2. Milieu

Suasana dimana dilangsungkan sesuatu dapat merupakan faktor yang menentukan hukum manakah yang harus berlaku dalam hubungan hukum tersebut

3. Kedudukan masyarakat yang jauh melebihi dari salah satu pihak

4. Masuk dalam suasana hukum pihak yang lain

Pada waktu dilangsungkan perjanjian antara kedua pihak, salah satu pihak telah “masuk dalam suasana hukum” “pihak lain”

5. Tanah pada perjanjian-perjanjian obligator

Sebagai suatu faktor dalam menentukan hukum yang berlaku

F. Macam-macam kaidah hukum

1. Kaidah berdiri sendiri

Yaitu kaidah yang mengatur mengenai isi / materi hubungan tata hukum

2. Kaidah penunjuk

Kaidah yang menunjuk kepada salah satu daripada stelsel hukum yang dipertautkan sebagai hukum yang berlaku.

- Pasal 284 BW : pengakuan anak tidak sah harus dilakukan menurut hukum ayah

- Pasal 6 GHR ayat 1 : perkawinan campuran dilangsungkan menurut hukum suami

3. Kaidah Pencerminan

Kaidah hukum tertulis yang mencerminkan kaidah hukum tidak tertulis

G. Pilihan Hukum dan Penggantian Hukum

a. Pilihan Hukum

- Pada umumnya menyebabkan perubahan status, misalnya dalam perkawinan campuran baik secara publik maupun privat.

- Yang terluas, perkawinan campuran bagi pihak perempuan dan peleburan bagi orang-orang bukan Indonesia

- Persamaan hak tak luas, karena orang yang bersangkutan hanya menjadi eropa dilapangan public dan perdata, tetapi tak menjadi “NEDERLENDER”

- Yang sempit lagi adalah penundukan sukarela untuk …… Karena perbuatan ini hanya membawa kaibat di depan perdata

- Yang tersempit adalah penunduka sukarela “untuk perbuatan tertentu” karena sesungguhnya malah tak dapat dibicarakan dengan perubahan status.


b. Persamaan Hak (GELIJKSTELLING)

1. PERSAMAAN HAK “FORMEEL-WETTELIJK” BERDASARKAN PERATURAN TERTULIS

Mengakibatkan orang bukan eropa berdasarkan suatu peraturan tertulis berubah status menjadi eropa, diperlukan BESLUIT dari gubernur jenderal

2. PERSAMAAN HAK “INFORMEEL-RECHTELIJKE” TIDAK BERDASARKAN ATURAN

Perkawinan campuran antara perempuan eropa dengan orang bukan eropa


c. Peleburan (Opplosing)

Pasal 163 ayat 3. Seorang yang semula tergolong dalam golongan bukan bumi puutera beralih menjadi bumi putera. Dari status hukum golongan eropa harus berubah namun diganti menjadi perubahan sikap mental. Perubahan perilaku yang sesuai dengan hukum adat.


d. Peralihan Agama

- Faktor agama hanya memegang peranan dikalangan golongan rakyat Indonesia dan Timur-Asing bukan Tionghoa

- Peralihan agama yang membawa perubahan status pribadu tidak dapat digantungkan pada faktor individual semata-mata berupa keyakinan agama yang bersangkutan

- Syarat-syarat yang ditentukan oleh agama untuk peralihan adalah berlainan.

- Peralihan agama baru terlaksana apabila sudah terjadi peralihan sosial yaitu bilamana yang bersangkutan sudah diterima oleh golongan masyarakat ybs

- Perkawinan campuran (enkelvoudig). Yang terpenting ialah apabila lelaku yang beralih agma. Perkawinan enkelvoudig akan menimbulkankesulitan apabila peralihan agama menurut kaidah-kaidah hukum antar golongan tertentu hukum perkawinan yangt harus berlaku untuk perkawinan itu.


e. Pengakuan dan pengesahan anak

Perubahan status karena oerbuatan orang lain, karena pengakuan anak yang dilahirkan diluar perkawinan, anank mengikuti status ayah. Pasal 284 BW khusus ayat 3 dengan S. 1896/108. Pengakuan oleh seorang ayah eropah maka hubungan hukum anatra sang ayah dan ibu Indonesia menjadi terputus.


f. Penundukan sukarela kepada hukum perdata eropa

- Penundukan untuk seluruhnya

- Penundukan untuk sebagian

- Penundukan untuk perbuatan hukum tertentu

Penundukan dianggap/ diam-diam

Comments


bottom of page