top of page

#SekilasMembaca : Kewenangan Mengadili



Mengenai kewenangan mengadili, maka hal ini berkaitan dengan kompetensi dari badan pengadilan. Suatu gugatan harus diajukan kepada badan peradilan yang benar-benar berwenang untuk mengadili persoalan ini. Hukum acara perdata berlaku dalam pemeriksaan perkara-perkara perdata di pengadilan. Kompetensi pengadilan atau bisa juga disebut dengan yurisdiksi pengadilan di Indonesia secara umum dibagi menjadi dua yakni, kompetensi absolut dan kompetensi relatif.

Kompetensi Absolut

Landasan penentuan kompetensi absolut berpatokan kepada pembatasan yurisdiksi badan-badan peradilan. Setiap badan peradilan telah ditentukan sendiri oleh undang-undang batas kewenangan mengadili yang dimilikinya.


Pembatasan yurisdiksi masing￾masing badan peradilan dapat mengacu kepada berbagai ketentuan perundang-undang.


Kompetensi absolut suatu pengadilan telah dikemukakan dalam penjelasan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1970 yang telah diubah beberapa kali) sebagai berikut:

a) Didasarkan pada lingkungan kewenangan.

b) Masing-masing lingkungan memiliki kewenangan mengadili tertentu (diversity jurisdiction).

c) Kewenangan tertentu tsb menjadi kewenangan absolut (absolute jurisdiction) pada masing-masing lingkungan peradilan sesuai dengan subjek/materinya.

d) Oleh karena itu masing-masing lingkungan pengadilan hanya berwenang mengadili perkara/kasus yg dilimpahkan UU kepadanya.


Berdasarkan Pasal 24 UUD 1945, kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh Mahkamah Agung beserta badan peradilan yang ada di bawahnya dan sebuah Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan ketentuan-ketentuan UUD 1945, badan peradilan yang ada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan:

1. Peradilan Umum;

2. Peradilan Agama;

3. Peradilan Tata Usaha Negara dan

4. Peradilan Militer

Secara garis besar, kompetansi absolut 4 lingkungan pengadilan tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Peradilan Umum (Pasal 50 dan 51 UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum), berwenang mengadili perkara : pidana (pidana umum dan khusus) dan perdata (perdata umum dan niaga).

  2. Peradilan Agama (Pasal 49 UU Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006), berwenang mengadili perkara : Perkawinan, Waris, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Shadaqah, Ekonomi syari’ah, dan Itsbat kesaksian rukyatul hilal (Pasal 52 A).

  3. Peradilan TUN (Pasal 47 UU Nomor 5 Tahun 1986), berwenang mengadili sengketa Tata Usaha Negara.

  4. Peradilan Militer (Pasal 40 UU Nomor 31 Tahun 1997), berwenang mengadili perkara pidana dengan terdakwa prajurit TNI.

Kompetensi Relatif


Kompetensi relatif merupakan kewenangan pengadilan untuk menangani kasus/perkara yang berkaitan dengan tempat/lokasi/domisili pihak-pihak yang berperkara atau barang yang menjadi objek sengketa. Dengan kata lain, kompetenasi relatif adalah kewenangan pengadilan untuk menangani perkara sesuai dengan wilayah hukum (yurisdiksi teritorial) yang dimilikinya. Landasan penentuan kompetensi relatif suatu peradilan merujuk kepada asas-asas yang ditentukan pasal 118 HIR jo. pasal 142 Rbg jo, paal 99 RV


Asas-asas yang berkaitan dengan kompetensi relatif :

a) Gugatan diajukan di Pengadilan dimana Tergugat berdomisili (Actor sequitur forum rei).

b) Gugatan diajukan di mana benda tetap yang menjadi objek sengketa itu berada (Forum rei sitae).

c) Gugatan diajukan di salah satu pengadilan tempat tinggal Tergugat jika Tergugat lebih dari satu orang.

d) Gugatan diajukan di salah satu pengadilan yang dipilih/disepakati.

Eksepsi pada kompetensi relatif diajukan pada sidang pertama, atau setidak-tidaknya sebelum menggunakan eksepsi lain. Jika waktu eksepsi tersebut telah lewat, maka hakim tidak perlu memperhatikan eksepsi tersebut.

Comentarios


bottom of page